Laman

Sabtu, 08 Juni 2013

like a cup of coffee...



Ting. Ting. Ting 

Begitulah dentingan sendok yang terus mengayun mengitari diameter gelas kopiku pagi hari ini. Dan seketika, teringat suatu yang sudah lama dibelakang dan telah lama hilang. Rasanya, semalam adalah hal paling menyakitkan baginya. Aku tahu benar apa yang dia rasa. Entahlah, mungkin secangkir kopi ini bisa menenangkan atau mungkin bisa juga menjadi analogi dari rasa itu sendiri. Ya, secangkir kopi yang di aduk, sebagai kopi, gula dan air yang terlarut itu. Sudah susah dibedakan, bahkan tidak bisa lagi. Sama seperti rasa ini ketika malam itu datang. 

Sepi, sunyi, tanpa sepatah katapun. Hanya ada gerimis yang menyinggung malam, gemercik air yang mengejek sepi. Caci dan maki seakan begitu dekat terasa. Tamparan yang begitu menyakitkan. Karena sesuatu. Benar, semua akan mencapai titik jenuh. Hingga katanya cinta yang melumpuhkan logika itu pun menghasilkan jenuh yang mendalam. 

"Terus saja memendam rasa. Memang tak terasa sampai terasa hampa" 

Dan sebuah kalimat itu benar-benar bisa melambangkan pahitnya duka yang terasa. Namun, hidup ibaratkan kopi, ia memiliki pahit dan manis. Tinggal saja lidah kita yang memilih untuk merasakan manis dan pahit. Dan bahwa sebenarnya, rasa pahit itulah yang membuat kita ingin terus meminumnya. Jangan pernah mencaci keadaan. Jangan pula menyalahkan cinta. Semuanya adalah kehendak-Nya, tetapi jangan juga menyalahkan Dia.

Ibaratkan sebuah lukisan yang kita buat, jelek atau bagus hasilnya itu tidak perlu. Yang terpenting adalah puas atau tidak kita. Jangan menyulitkan hidupmu sendiri karena mencaci diri.