Laman

Jumat, 27 Februari 2015

Untuk kita renungkan

     Rintik hujan turun beriring begitu deras sore ini. Memecah sepi membuyarkan sebuah lamunan. Tiba-tiba suatu kata menari-nari di fikiranku. Menjamah habis isi lamunanku.
       "Ma'iyatuLlah" artinya "Sertakan Allah"
        Ya, bahwa memang semua usaha kita harus menyertakannya. Kenapa? Karena sebenarnya kita mempunya garis-garis kehidupan yang telah tercantum di Lauhul Mahfudz jauh sebelum kita diciptakan. Jodoh, maut, rezeki semuanya telah diatur sedemikian rupa. Bahkan dalam Al-Qur'an pun menyebutkan bahwa tidak ada sehelai daunpun yang jatuh bila tanpa ridho-Nya.
        Lalu kenapa harus ragu akan ketetapan Allah? Bukankah tugas kita hanyalah berjalan sesuai takdirnya? Tidak, semuanya memang telah dirancang begitu indah oleh-Nya. Pertanyaannya, kita mau atau tidak menjalani takdir itu. Cobalah lihat telapak tanganmu, disitu banyak garis garis tanganmu, bukan? Kemudian coba genggam tanganmu. Ternyata banyak garis garis yang tidak bisa kau genggam sendiri, kan? Nah, disitulah kita meminta bantuan-Nya. Disitulah kuasa-Nya sangat berpengaruh dalam hidup kita. Jadi, sehebat apapun dirimu kau tetap membutuhkan Allah. Ibaratkan sebuah film, penulis skenario sudah membuatkan cerita terindah. Tinggal kita mau atau tidak berakting seindah ceritanya. Jangan pernah ragu kepada Allah. Berdoalah pada-Nya, maka niscaya akan dikabulkan. Semoga kita termasuk ke golongan tersebut. Aamiin Allahumma amin.

Senin, 23 Februari 2015

Jika

Jika nanti, aku dan kau adalah satu. Maka jangan pernah ada yang mendua.

Jika nanti, aku dan kau adalah padu. Maka jangan pernah ada yang memadu.

Jika nanti, aku dan kau adalah cinta. Maka jangan pernah ada yang membenci.

Jika nanti, ternyata aku dan kau adalah sebuah takdir. Maka jangan pernah ada yang menyingkir.

                              Dari aku,
                              Yang masih
                              jadi rahasia
                              bagimu

Selasa, 17 Februari 2015

Orang hebat

Lelaki itu berjalan dengan amat bijaksana. Tutur katanya menunjukkan ketegasan, sesekali ia menegurku dengan senyuman sesekali ia mengejekku dengan candanya.
Lelaki itu begitu hebat. Tak tahu lelah tak tahu bergairah. Ia tetap sama. Begitu sabar menjadikanku tuan putri baginya.
Lelaki itu tak hanya hebat, ia juga sangat baik. Bahkan tak pernah kutemui lelaki sebaik ia. Tak peduli susah atau senang. Ia selalu berusaha membuatku senang.
Lelaki itu sangat sering kuagung-agungkan namanya. Ia tak luput dari ingatanku walau sekejap saja.
Lelaki itu pantang menyerah. Walau beribu kali kau coba jatuhkan ia. Ia tetap sama. Berdiri kokoh bak karang yang diterjang ombak. Sama sekali tak bergeser.
Lelaki itu sangat kukenal. Lelaki yang mencintaiku tanpa pamrih. Berjuang membahagiakanku tak peduli ia harus bahagia atau tidak.
Lelaki itu aku sebut "ayah". Malaikat tak bersayap. Yang Tuhan kirimkan sebagai malaikat pelindungku.

Selasa, 03 Februari 2015

Rumah?

Jika kau anggap aku sebagai rumahmu. Aku terima. Artinya kau nyaman denganku. Dan sejauh apapun kau pergi. Yang kau paling rindukan adalah rumahmu.

Jika kau anggap aku sebagai tempat berlabuh sebentar lalu berlayar kembali. Lebih baik kau tak usah sama sekali berlabuh. Aku akan mendeburkan ombakku padamu. Membuatmu terlontang lanting semakin jauh dariku.

Hei. Kau tahu?
Jika kau rindu dengan rumahmu. Kembalilah kau. Agar kau merasakan lagi nyamannya sebuah kehidupan. Jangan takut dengan seberapa kuat ombak meluluhlantahkan dirimu diperjalanan. Sejauh apapun kau pergi. Selalu ada kapal yang akan membantumu menyebrangi. Masalahnya hanya satu; kau mau kembali atau tidak?