cause writing is the only way to make my self trust that i am stronger than ever
Laman
Rabu, 17 Juni 2015
Mengintip kenangan
Tadi, kira-kira sebelum isya. Aku keluar rumahku untuk membeli sesuatu. Tiba-tiba ada seorang anak kecil mengintil dibelakangku dan mengejutkan aku. Dia bilang, "Mbak Dita mau kemana?" aku menjelaskan ada yang akan kubeli. Lucunya bocah polos itu memakai mukenah hijau nan kecil. Sambil membawa tas mukenahnya. Aku tanya dia mau kemana, katanya dia mau jemput temannya. Akhirnya kuputuskan untuk berjalan bersama-sama dengannya. Dia bilang, "Mbak kok gak siap-siap tarawih?" aku bingung mau menjawab apa. Mungkin dia juga tidak mengerti. Aku tersenyum saja. Dia jg dengan polosnya bertanya, "Mbak kalau puasa penuh gak? Aku puasanya penuh loh, mbak. Tapi hari terakhir batal karena lihat KFC nganggur. Hehehe" kepolosannya lagi-lagi menyentuhku. Kuusapkan tanganku ke kepalanya. "Tahun ini harus penuh ya, dek. Soalnya nanti kalau udah gede gak bisa penuh puasanya.", dia mengangguk.
Aku ingat sekali waktu kecil seumuran dia. Aku suka sekali momen ramadhan seperti ini. Tiap kali mendekati isya teman-temanku ramai-ramai menjemputku untuk mengajak shalat tarawih bersama. Ada dua hal yang tidak lupa dibawa, ya buku ramadhan dan uang. Buku ramadhan tentu saja untuk laporan kami kepada guru disekolah bahwa kami telah melaksanakan solat tarawih dengan baik dengan dibubuhi tanda tangan imamnya dan mendengarkan kata-kata penceramah dengan baik. Padahal kan, kalo ustadznya ceramah kami sibuk bermain. Hehehehe. Uang? Bukan untuk sedekah. Melainkan membeli lidi-lidian pedas beserta minumnya. Nah, kalau sudah beli dan selesai makan biasanya kami baru ke langgar dekat rumahku. Anak kecil shafnya diluar masjid, soalnya nanti berisik. Solatnya juga banyak duduknya, jadi bisa bisa membatalkan jamaahnya. Sesekali keluar langgar untuk sekedar bermain mercon. Bukan mercon yang berbunyi, karena saya cewek dan suka dikejar makanya saya suka beli mercon kupu-kupu. Baru saja menghidupkan sudah dikejar hahaha bahagia bukan kepalang.
Ah, memang benar kata orang. Masa lalu hanya bisa dikenang, bukan untuk kembali dirasakan. Selamat malam.
Selasa, 09 Juni 2015
Berjuang
Rabu, 27 Mei 2015
Egois
Dua tahun berlalu. Masih teringat jelas difikiranku tentang bagaimana kau dan aku berbicara satu sama lain. Walau lidahku keluh mengucapkan sepatah dua kata. Setidaknya, kita pernah berbicara setelah sekian lama aku hanya bisa mengagumimu.
Dua tahun berlalu. Ketika sebuah cemoohan hebat menghantam kehidupanku. Kau dengan diam-diam ternyata memperhatikan aku. Kau bilang aku harus sabar dan kuat. Hei, kau fikir aku tidak tahu kau yang menyampaikannya pada temanmu itu? Aku menebak dan aku berhasil tahu itu kau. Hebat, bukan?
Dua tahun berlalu. Ketika ucapan ulang tahun darimu selalu berarti hebat dalam hidupku. Ketika semua orang yang berlalu lalang hanyalah debu yang tak kuhiraukan.
Dua tahun berlalu. Ya, ketika jiwa pengecutmu tiba-tiba keluar dan kau menyuruhnya menjagaku. Memangnya kau fikir aku tidak tahu itu?
Ah, dua tahun berlalu juga. Ketika kau lebih memilih bungkam daripada menunjukkan setiap rasamu padaku. Kala itu kau begitu kalah dengan egomu. Itulah yang membuatmu kalah darinya yang kupilih saat itu. Andai saja kau yang mengucapkannya lebih dulu. Mungkin aku akan memilihmu.
Dan dua tahun berlalu. Ketika semua tanya di otakku tentang alasan apa yang membuat gengsi dan egomu lebih kuat daripada perasaanmu. Saat itu juga aku tahu bahwa perasaanmu jauh lebih besar dari egomu.
Hey, kau tahu? Ada yang lebih kuat dari batu ternyata. Iya, egomu.
Senin, 25 Mei 2015
The Second
Senin, 04 Mei 2015
Bersandar pada-Nya
Allah bukan meminta kita menyerah, tetapi berserah. Bersadar pada kekuatan terkuat. Bukankah hebat?
Kini adalah saatnya mempercayai bahwa semua hal yang sudah dituliskan di lauhul mahfudz adalah yang terbaik. Dan upaya kita mengubahnya adalah hanya dengan berdoa.
Kini adalah saatnya menulis semua mimpi kita, lalu memberikan penghapusnya pada Allah.
Kini adalah saatnya kita benar-benar berserah dan tetap berprasangka baik kepada-Nya. Allah merahasiakan masa depan agar kita tetap berprasangka baik, berbuat yang baik, beribadah yang baik, dan berserah dengan baik juga.
Kini adalah saatnya menengadahkan tangan ketika tangan lain mungkin terlalu sibuk berleha-leha.
Kini adalah saatnya untuk mengantri di gerbang kesuksesan paling depan.
Selasa, 14 April 2015
Ayah, pinjamkan aku....
Ayah,
Hari ini gadis kecilmu lelah
Bolehkah aku pinjam hatimu?
Agar bisa melewati segala sesuatu tanpa keluh
Ayah,
Hari ini gadis kecilmu merindu
Bolehkah aku pinjam sedikit waktumu disurga?
Agar bisa aku memelukmu
Ayah,
Hari ini gadis kecilmu kecewa
Bolehkah aku pinjam sikapmu?
Agar aku bisa lebih bijaksana menanggapi rasa kecewaku
Ayah,
Tentulah bidadari surga lebih menyenangkan daripada kami disini
Tentulah bidadari itu menyejukkan mata dan hatimu
Tapi, ayah...
Izinkan aku memelukmu dalam mimpi
Datanglah ke dunia mimpiku walau hanya sekejap saja
Jumat, 27 Februari 2015
Untuk kita renungkan
Rintik hujan turun beriring begitu deras sore ini. Memecah sepi membuyarkan sebuah lamunan. Tiba-tiba suatu kata menari-nari di fikiranku. Menjamah habis isi lamunanku.
"Ma'iyatuLlah" artinya "Sertakan Allah"
Ya, bahwa memang semua usaha kita harus menyertakannya. Kenapa? Karena sebenarnya kita mempunya garis-garis kehidupan yang telah tercantum di Lauhul Mahfudz jauh sebelum kita diciptakan. Jodoh, maut, rezeki semuanya telah diatur sedemikian rupa. Bahkan dalam Al-Qur'an pun menyebutkan bahwa tidak ada sehelai daunpun yang jatuh bila tanpa ridho-Nya.
Lalu kenapa harus ragu akan ketetapan Allah? Bukankah tugas kita hanyalah berjalan sesuai takdirnya? Tidak, semuanya memang telah dirancang begitu indah oleh-Nya. Pertanyaannya, kita mau atau tidak menjalani takdir itu. Cobalah lihat telapak tanganmu, disitu banyak garis garis tanganmu, bukan? Kemudian coba genggam tanganmu. Ternyata banyak garis garis yang tidak bisa kau genggam sendiri, kan? Nah, disitulah kita meminta bantuan-Nya. Disitulah kuasa-Nya sangat berpengaruh dalam hidup kita. Jadi, sehebat apapun dirimu kau tetap membutuhkan Allah. Ibaratkan sebuah film, penulis skenario sudah membuatkan cerita terindah. Tinggal kita mau atau tidak berakting seindah ceritanya. Jangan pernah ragu kepada Allah. Berdoalah pada-Nya, maka niscaya akan dikabulkan. Semoga kita termasuk ke golongan tersebut. Aamiin Allahumma amin.
Senin, 23 Februari 2015
Jika
Jika nanti, aku dan kau adalah satu. Maka jangan pernah ada yang mendua.
Jika nanti, aku dan kau adalah padu. Maka jangan pernah ada yang memadu.
Jika nanti, aku dan kau adalah cinta. Maka jangan pernah ada yang membenci.
Jika nanti, ternyata aku dan kau adalah sebuah takdir. Maka jangan pernah ada yang menyingkir.
Dari aku,
Yang masih
jadi rahasia
bagimu
Selasa, 17 Februari 2015
Orang hebat
Lelaki itu berjalan dengan amat bijaksana. Tutur katanya menunjukkan ketegasan, sesekali ia menegurku dengan senyuman sesekali ia mengejekku dengan candanya.
Lelaki itu begitu hebat. Tak tahu lelah tak tahu bergairah. Ia tetap sama. Begitu sabar menjadikanku tuan putri baginya.
Lelaki itu tak hanya hebat, ia juga sangat baik. Bahkan tak pernah kutemui lelaki sebaik ia. Tak peduli susah atau senang. Ia selalu berusaha membuatku senang.
Lelaki itu sangat sering kuagung-agungkan namanya. Ia tak luput dari ingatanku walau sekejap saja.
Lelaki itu pantang menyerah. Walau beribu kali kau coba jatuhkan ia. Ia tetap sama. Berdiri kokoh bak karang yang diterjang ombak. Sama sekali tak bergeser.
Lelaki itu sangat kukenal. Lelaki yang mencintaiku tanpa pamrih. Berjuang membahagiakanku tak peduli ia harus bahagia atau tidak.
Lelaki itu aku sebut "ayah". Malaikat tak bersayap. Yang Tuhan kirimkan sebagai malaikat pelindungku.
Selasa, 03 Februari 2015
Rumah?
Jika kau anggap aku sebagai rumahmu. Aku terima. Artinya kau nyaman denganku. Dan sejauh apapun kau pergi. Yang kau paling rindukan adalah rumahmu.
Jika kau anggap aku sebagai tempat berlabuh sebentar lalu berlayar kembali. Lebih baik kau tak usah sama sekali berlabuh. Aku akan mendeburkan ombakku padamu. Membuatmu terlontang lanting semakin jauh dariku.
Hei. Kau tahu?
Jika kau rindu dengan rumahmu. Kembalilah kau. Agar kau merasakan lagi nyamannya sebuah kehidupan. Jangan takut dengan seberapa kuat ombak meluluhlantahkan dirimu diperjalanan. Sejauh apapun kau pergi. Selalu ada kapal yang akan membantumu menyebrangi. Masalahnya hanya satu; kau mau kembali atau tidak?
Senin, 26 Januari 2015
Cinta dan sepucuk surat untuk-Nya
Adalah cinta ketika dua pasang mata bertemu dan hati memuncah ruah tiada terarah...
Adalah cinta ketika goresan luka tak lagi terlihat namun hanya senyuman indah yang menggeliat....
Adalah cinta tatkala jarak dan waktu memisahkan namun rasa tiada berubah.....
Adalah cinta yang mampu membuatku menulis sajak indah ini....
Tuhan, izinkan aku jatuh hati padanya. Kuyakin dia takkan menjauhiku dari-Mu. Kuyakin dia akan membuatku semakin mencintai-Mu. Tuhan, bahkan ketika aku tak lagi bernyawa. Kuharap kau jaga dia untuk Kau pertemukan disyurga menemui-Mu. Namun, bila umurku dan dia Kau izinkan untuk menua. Izinkan kami menua bersama dalam atap yang sama. Yang cintanya Kau halalkan. Yang akan Kau ridho sepanjang hidup kami.
Sementara ini. Jaga dia untukku, Tuhan. Jangan biarkan seseorang merasuki perasaannya lebih dari aku. Jangan biarkan dia terlena oleh cinta yang lebih dari aku. Aamiin
Jumat, 23 Januari 2015
Lebih dari aku
Akan selalu ada orang yang lebih dari aku. Entah dari kecantikannya yang sangat mempesonamu. Hingga kau lupakan aku.
Akan selalu ada orang yang lebih dari aku. Entah dari kepandaiannya. Yang selalu membuatmu mengerti banyak hal.
Akan selalu ada orang yang lebih dari aku. Entah dari akhlak mulianya. Yang bicaranya lebih anggun daripada aku.
Namun, percayakah kau? Bahwa tidak akan ada orang yang mencintaimu lebih dari aku. Yang bahkan dalam setiap doaku selalu ia sisipkan namamu. Yang khawatir akan terlenanya kau di kejauhan sana. Yang bahkan, jarak bukanlah sebuah masalah baginya. Cintaku masih sama. Tetap utuh terbingkai dalam etalase. Tidak tersentuh oleh siapapun.
Kamis, 22 Januari 2015
Wanita
Ada yang tahu mengapa wanita diciptakan Tuhan? Adalah untuk menjadi pendamping kaum adam dalam menjalani kehidupan. Bukan hanya itu. Namun juga untuk membesarkan anak-anak mereka kelak di masa depan.
Jadi, ada sebuah cerita dari seorang guru saya yang sangat inspiratif tentang kodrat wanita. Disimak ya:
Mereka adalah dua orang sahabat lama. Yang bertemu dalam satu reuni sekolah. Sebut saja A dan B. Si A adalah lulusan universitas X yang sangat tidak ternama di Indonesia. Si B adalah lulusan univesitas no.1 di Indonesia. Jadi, ketika mereka bertemu dan berbincang. Hal yang pertama sekali yang mereka tanyakan tentu saja masalah pekerjaan.
A: kamu kerja dimana?
B: saya? Ah, saya mengasuh anak saja dirumah. Bagaimana denganmu?
A: apa? Mengasuh anak? Bukankah kamu lulusan universitas yang sangat ternama itu? Kalau saya walaupun lulusan universitas sekecil itu, alhamdulillah saya sekarang bekerja dan menjadi manager.
B: iya, betul saya mengasuh anak saja di rumah.
A: lantas? Bagaimana dengan kuliah tinggimu itu? Kan sayang sekali ilmunya sia-sia? Terus mengapa kamu tidak membayar pengasuh aja sih?
B: *sambil tersenyum* duhai sahabatku, bolehkah aku bertanya padamu? Lulusan apa pengasuh anakmu?
A: yaelah. Boro boro lulusan apa. SD aja ga tamat.
B: nah, itulah beda anak kamu sama anak saya. Anak kamu diasuh oleh orang yang tidak berpendidikan. Berbeda dengan anak saya, yang diasuh oleh tangan ibu yang berpendidikan.
Maka benarlah. Entah akan berkarir atau berumahtangga. Seorang wanita harus berpendidikan tinggi. Karena setiap anak berhak diasuh oleh ibu yang cerdas.
Senin, 19 Januari 2015
Si Bungsu
Anak terakhir? Ah, apakah yg tersirat dalam benak kalian saat ini adalah sifat manjanya? Atau selalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya? Ya, mungkin terkadang anggapan itu benar. Ayah saya memang sangat memanjakan saya, bahkan ketika dulu saya masih SD dan malas untuk bangun pagi. Ayah saya membangunkan saya dengan kecupan dipipi saya dan menggendong saya sampai saya terbangun dan tiba tiba berada tepat di depan kamar mandi. Lagi lagi saya terkecoh, ayah, kau selalu berhasil ya! Tak beda dengan ayah, ibu juga sangat memanjakanku. Buktinya ibu selalu membuatku teh hangat ketika pagi hari. Sarapannya juga tak lupa. Bahkan kurang kurang ibu menyiapkan bekalku untuk ke sekolah. Ah, jasa kalian sekecil itupun sulit kulupakan rasanya.... Dan masih banyak sekali kemanjaanku yang lainnya.
Tapi, tahukah kalian? Bahwa kemanjaan anak bungsu hanyalah bersifat sementara. Percayalah, ketika sang anak berumur 16 tahun ke atas. Waktunya dia berfikir bahwa anak bungsulah yang harus minimal sejajar dengan kakak-kakaknya. Belum lagi, karena umur ibu yang sudah renta. Takkan sanggup meninggalkan ibu sendiri di rumah tercinta ini. Karena aku dan ibu tinggal berdua dirumah sekarang. Tanpa ayah kami. Yah, lagi lagi ayah. Memang sering membuat rindu si ayah. Hehehe. Kau tahu? Anak bungsu itu banyak juga tak enaknya. Misalnya ketika ibu sakit. Kau yang pulang sekolah harus rela menyisihkan waktumu hanya sekedar untuk masak makanan bagi kalian berdua. Lebih dari itu, mencuci pakaian, menjemurnya sambil diselingi dengan belajar itu tidak mudah. Percayalah, aku sangat kewalahan dengan semua itu.
Namun, percayakah kau pada takdir-Nya? Tahu mengapa Allah menjadikan aku sebagai anak bungsu? Adalah karena Allah mempercayai orang tuaku menua bersamaku. Karena Allah begitu mencintai hamba-Nya yang taat lagi mencintai orang tuanya. Ah, semoga saja. Doakan aku tak pernah mengeluh akan semua ini. Doakan juga ibuku dan aku sehat-sehat saja. Aamiin...
Minggu, 18 Januari 2015
Entah
Ada air yang turun dari atas langit. Pun bersamaan dengan air yang keluar dari ujung ujung sungai mataku. Tak terbendung lagi. Hanya dekapmu yang kuharap mampu menghangatkan.
Ada seekor rayap berbisik. Mengejek sepi seolah ia tak sendiri. Padahal teman sejatinya adalah sepi. Lalu mengapa harus mengutuki?
Ada sebuah harap yang tertahan di langit langit kamarku. Bahwa mimpi adalah suatu hal yang harus diperjuangkan dalam hidup. Bahwa mimpi itu harga mati yang akan dibayar.
Ada sebuah doa yang tergantung di sisi sisi kamar. Tak terlihat. Sama membingungkan dengan yang lainnya. Sama saja. Aku hanya tidak tahu apa yang harus ku doakan.
Ada sebuah kebingungan yang menjerit dari balik tembok. Dan hanya keluh lidah yang diam dapat memilih. Walau sampai saat ini tiada kata yang bisa terucap.
Jumat, 16 Januari 2015
Klimaks kebingungan
Aku terdiam. Tersentak dalam kebingungan yang sesungguhnya. Membawa lamunanku semakin jauh entah kemana. Menerawang masa depan dan menerjang semua bahagia.
Rasanya semua beban sedang berada di pundakku saat ini. Menjadi anak terakhir tidak selalu menyenangkan. Tapi bisa jadi kau harus minimal sejajar dengan kakak-kakakmu yang sudah bekerja. Atau lebih tinggi satu tingkat.
Entahlah, aku memang sedang berada dalam klimaks kebingungan. Puncak tertinggi dari segala kegalauan yang pernah kurasa. Menjadi dokter gigi? Ah, sangat ku inginkan! Semoga Tuhan mengabulkan tiap doa doaku dibawah tetesan hujan ini. Semoga juga langit membuka pintunya agar tersampaikan, pun malaikat-malaikatku meng-aamiin-kan tiap doa-doaku. Aku hanya tidak ingin mengecewakan mereka yang sudah menaruh amanah. Ini bukan beban, anggap saja amanah. Bukankah begitu?
Ibu, bila kelak aku menjadi dokter gigi di masa depan. Izinkan aku membahagiakanmu di masa tuamu. Sungguh, hanya kaulah yang menguatkanku saat ini....