Laman

Senin, 29 Desember 2014

Rindu ayah

Lagi. Matahari merapat kembali ke ufuknya. Seakan mengalah dengan malam yang hendak muncul. Gemah adzan berkumandang. Magrib yang syahdu sudah datang rupanya. Lagi lagi rinduku mencuat sedemikian rupa. Menghabiskan semua energiku untuk bercerita pada-Nya. Merengek rengek untuk meminta agar dipertemukan dengan ayahku. Aku tidak tahu apa yang sedang dilakukannya disana. Mungkin beliau sedang sibuk bermesraan dengan Dia? Atau mungkin beliau sedang menatapku dari atas sana.

"Tiap memori bagai baru berselang. Gundah gulana sampai canda tawa. Kukira ingatan itu sudah hilang. Ternyata ia mengakar direlung jiwa...."

Barisan puisi diatas yang pertama kali kulihat disampul yasin ayahku. Aku tertunduk lemas. Mengingat semuanya yang pernah ia lakukan. Ayah, aku masih ingat sekali ketika aku masih sangat kecil. Kau meletakkanku diatas bahumu. Kau ayunkan badanku hingga aku tertawa lepas. Ayah, aku juga ingat ketika kau hendak bekerja keluar kota, aku merengek memelukmu agar kau tetap disini. Namun kau selalu berhasil membujukku. Ayah, aku ingat sekali ketika aku beranjak remaja. Kau sangat khawatir bahwa aku akan menemukan lelaki yang lebih segalanya darimu. Ayah, aku ingat ketika aku mengikuti pesantren kilat disekolahku dan satu hari menginap. Kau menjemputku lalu memelukku didepan orang ramai. Kau bilang rumah sepi tanpaku. Kau bilang kau kesepian tanpaku. Kau bilang kau rindu aku. Ayah, aku juga ingat waktu aku ikut wisata ruhiyah dari sekolahku. Kau menatapku lalu menangis ketika aku melambaikan tangan dari bus. Ayah, aku ingat kado terakhir yang kau berikan padaku ketika aku baru memakai jilbab. Kau bilang kado itu tak seberapa, namun rasanya sangat berbeda. Ayah, ada banyak sekali memori indah yang kau ukir dalam relung hatiku. Bahkan tak bisa ku jelaskan satu satu.

Ayah, bila suatu saat aku menemukan lelaki sepertimu. Izinkan aku untuk mencintainya. Izinkan aku untuk hidup bersamanya. Kan ku buktikan padamu, bahwa anakmu sudah didalam tangan lelaki yang aman. Lelaki yang kau tunjukkan caranya untuk menjadimu. Tetapi percayalah, dengan siapapun aku hidup kelak. Kau akan tetap menjadi lelaki terhebat sepanjang hidupku. Kau akan tetap dihati ini. Aku berjanji, ayah....

Selasa, 09 Desember 2014

Untuk kalian

Aku berdiri tegak disini. Bukan berarti aku tak pernah jatuh. Aku bahkan berjalan kesini dengan penuh lumuran darah dan terseok-seok.

Aku berdiri tegak disini. Bukan berarti aku tak pernah menyapu bersih lantai yg kotor itu. Aku bahkan pernah melalap habis semua sampah yg berserakan itu.

Aku berdiri tegak disini. Bukan berarti aku tak pernah sedih. Namun, aku berdiri disini hanyalah untuk dua orang malaikat dalam hidupku. Untukmu ibu dan untukmu ayah.

                           drg. Mega Dita Agustin
                          10 tahun yg akan datang

Minggu, 07 Desember 2014

Surat untuk ayah

    Mentari menenggelamkan wajahnya yang telah lelah bersinar seharian. Petang berganti malam. Sinar berganti gelap. Hanya lampu lampu kecil jalan yang menghiasi malam.
    Masih sama. Aku berkecamuk dalam rindu yang tak bertepi dan sepi yang menjadi-jadi. Bahkan dikeramaian ini. Aku hanya mengurung hati.
   Ayah, sedang apa disana?
   Setiap kali aku ingin memejamkan mata di malam hari. Yang kudoakan hanyalah namamu. Biarlah, biarlah sayang ini kutitip pada-Nya. Biarlah, biarlah rindu ini agar disampaikan oleh-Nya.
    Ayah, bisakah sejenak kau menghampiri mimpiku? Hanya untuk memberi peluk hangatmu itu. Ayah, tahukah kau apa yang paling menyiksa di dunia ini? Adalah rindu yang tidak tersampaikan.
    Salam rindu,
    Ur lovely daughter...

Rabu, 19 November 2014

                              "Jadilah engkau seperti akar; yang dalam diamnya, ternyata bekerja 
sekuat tenaga untuk mencari air yang jauh demi pohonnya tumbuh subur. Dan ketika pohon sudah tumbuh dengan begitu cantik, ia tetap bersembunyi tanpa melihatkan keangkuhannya."

Rabu, 24 September 2014

Dia telah kembali pada-Nya

Bismillahirrahmanirrahim... Ya Allah, pertama-tama aku ingin memohon pada-Mu untuk tidak mengizinkan air mataku jatuh satu tetes pun saat menuliskan semua ini. Sebenarnya sudah sejak lama aku ingin menulis ini, namun yang terjadi hanyalah derai air mata yg tak berkesudahan.

Takbir menggemah. Bahagia merasuk dalam jiwa. Hari yang fitri akhirnya datang juga. Namun, tidak beserta kebahagiaan di langit rumah kami. Masih teringat jelas bagaimana bahagia saat malam takbiran itu datang, bercumbu dipangkuanmu layaknya seorang anak kecil yang ingin dimanja, berbagi cerita seperti biasanya. Namun, pagi yang menyakitkan itu tiba-tiba menggantikan kebahagiaan malam kami. Tepat tanggal 28 juli, 13 hari setelah ulang tahunnya. Pukul 05.00, aku telah melihatnya tak lagi berdaya. Punggung yang tadinya kokoh, sekarang terlihat lemas. Mata yang tadinya berbinar, sekarang tampak lelah. Kebahagiaan benar benar terkoyak saat ini. Aku melihatnya tidak lagi sama. Matanya tak lagi bisa melihat lurus, bibirnya sudah memengot, memopong tubuhnya saja dia tidak bisa. Ada apa sebenarnya? Ayah, bukankah kau baik baik saja semalam? Kami bergegas memanggil kakak kami, karena rumah kami sudah tidak serumah lagi dengannya. Dengan kencang, kakakku membawa mobilnya sambil penuh derai airmata. Ibuku terlemas duduk disampingnya dan juga bercucuran air mata tanpa henti. Satu jam... Dua jam.... Tiga jam.... Menunggu agar dia mau diajak ke rumah sakit, namun beliau tidak mau. Ayah, ayolah waktu kita tak banyak. Karena semakin lama kau dirujuk kau akan semakin sulit. Akhirnya, ia mengiyakan. Di dalam mobil, ia masih bersenda gurau seperti biasanya. Tidak pernah sedikitpun aku mendengar dia mengeluh kesakitan, padahal aku tahu sekali bahwa itu pasti sangat menyakitkan. Sesampainya dirumah sakit, melihatnya dibopong aku seperti melihat seseorang yang bukan ayahku. Ayahku tak mungkin selemas itu. Ayahku adalah orang terhebat dan terkuat. Dirumah sakit, saat sedang ditanganu oleh dokter aku terus beruraian air mata. Dia memelukku erat, mengelus elus rambutku dengan mesra dan berkata, "Adek harus kuat, adek harus tegar ya" tangisanku semakin kencang. Membuncah begitu hebatnya. Disaat ia masih harus berjuang, ia malah menguatkanku tanpa menghiraukan dirinya sendiri. Sesaat setelah kami berbicara, tiba-tiba ia tak bersuara lagi. Dia terdiam dan terpejam. Kami kira dia tertidur. Tetapi ternyata, suster membangunkannya dan dia sudah tidak sadar lagi. Namun, Allah masih berbaik hati. Nadinya masih berdenyut. Jantungnya masih berdetak. Aku menjerit sekuat-kuatnya hingga semua orang di dalam UGD harus memopongku. Allah, izinkan aku lebih lama disampingnya. Aku mohon......
Keesokan harinya, tanggal 29 Juli 2014, tak henti hentinya aku membacakan surat yasin untuknya. Tak henti hentinya aku membimbingnya untuk membaca syahadat. Kukuatkan dia, kubisikkan ditelinganya, "Ayo pa.... Semangat! Papa kan mau lihat adek jadi dokter dulu" namun tetesan air mata itu tak tertahan. Jatuh tertumpah dipipinya. Kuusap pipinya lalu kuciumi seperti biasanya. Walau dia tak bisa berbuat apa-apa. Aku tahu dia mendengar dan merasakan apa yang kulakukan padanya. Derai air matapun keluar dari sudut matanya tak henti henti. Dan badannya perlahan-lahan ia gerakkan. Bahagia bukan main, kakinya bergerak dan badannya terangkat-angkat. Kira-kira pukul 12.00 dokter memeriksanya, dan kami diperintahkan untuk keluar dari ICU. Kami pun beranjak ke mushollah rumah sakit untuk solat zuhur. Dalam solatku, masih sama. Air mata tertumpah ruah diatas sejadah. Setelah selesai berdoa. Aku dan kakakku berpelukan, kakakku bilang, "Kita harus ikhlas dek, apapun yang terjadi. Mbak tau ini berat. Tapi kita harus ikhlas dek!" aku mengangguk lalu menggeleng. Entah, aku bingung mau menjawab apa. Ayahku, seseorang yang sangat dekat denganku aku ikhlaskan begitu saja? Tidak mungkin sekali. Kami bergegas kembali ke ruang tunggu ICU. Aku, ibuku, dan ke-tiga kakakku beserta omku ada disana. Kami sedang berbincang-bincang. Tiba-tiba di speaker terdengar suara, "Keluarga pak Salim silahkan masuk!" sampai tiga kali. Kami pun serentak kesana. Dan disana dokter berkata padaku, "Ayo dek bimbing ayahnya!" setelah itu alat yang ayahku pakai berubah menjadi angka 0. Pupus sudah. Dokter berkata padaku, "Dek, ini ayahnya sudah gak ada. Kita lepas ya alatnya..." "Jangan dulu, dok. Kita tunggu 5 menit. Tunggu, dok" "Baiklah" *setelah 5 menit* "kita lepas ya dek" "Dok, tolong periksa denyut nadinya dengan alat, dok. Ayah saya masih disini!" setelah itu benar-benar diperiksa. Dan menyatakan bahwa beliau memang sudah tidak ada. Aku tertunduk lemas. Menjerit sejadi-jadinya. Kubangunkan ayahku beberapa kali. Namun takdir mengatakan lain. Ini adalah janjinya dengan-Nya. Sudah menjadi kontraknya. Aku tetap tak percaya. Kuciumi pipi, mata dan bibirnya. Aku harap dia kembali ada. Benar benar tidak ada. Aku benar-benar tak berdaya. Ibuku dan aku nyaris pingsan. Kami dibopong oleh banyak orang. Tapi kakak-kakakku menguatkan kami walau mereka juga sangat sedih dengan semua ini. Tersentak bukan main. Ya Allah, begitu cepat caramu mengambilnya........

"Kematian itu pasti. Kita semua akan kembali pada-Nya. Cepat atau lambat. Karena semua sudah tertulis jelas di lauhul mahfudz. Tugas kita bukan hanya menunggunya namun juga memperbaiki diri kita. Ajalmu tidak menunggu taubatmu" - Ayah

Selasa, 01 April 2014

Titik

Sebenarnya aku tak tahu sudah seberapa lama aku menunggu sesuatu yang tak pasti ini
Sudah berapa juta detik kuhabiskan hanya untuk menunggu yang menyakitkan
Memang benar, terasa sangat hampa....
Apalagi ketika kau tahu bahwa yang kau tunggu tidaklah menunggumu jua
Pun yang kau rindu-rindu tidak merindumu jua

Aku terdiam. Tersandar lemas di dinding kamarku.
Mengusap air mata yang mengalir begitu derasnya
Setelah sekian lama, aku hanya bisa menahan sungai di ujung mata ini
Ingin kumaki diriku dan dirimu!
Terlalu bodoh terpaku dalam waktu
Waktu yang tak pernah habis walau ditunggu-tunggu

Kau tahu?
Semalam adalah malam pemberhentianku menunggu
Malam yang tiada lagi koma didalamnya
Yang hanya ada titik dan tak ada tanda lainnya
Malam yang begitu menghancur leburkan hatiku
Yang didalam benakku hanya ada maki dan cemooh diri

Aku ingin melupakanmu sesederhana titik dalam akhir tulisan
Yang tiada lagi koma, ataupun tanda lainnya
Habis oleh titik
Selesai sampai disitu saja
Tidak berlanjut lagi

Suatu saat nanti, ketika kau membutuhkanku
Mungkin aku tak lagi dihadapanmu
Tiada lagi yang menunggumu seperti biasanya
Yang selalu bertanya apa kabarmu
Yang selalu mendoakanmu diam-diam
Yang selalu cemas akan hidupmu disana

Terima kasih telah menggoreskan luka dihatiku
Yang mungkin tiada lagi yang sanggup menggoreskannya suatu saat nanti
Jangan khawatir akan diriku
Sungguh aku akan menemukan pengobatnya untukku sendiri
Dan aku tahu orangnya bukanlah dirimu

Minggu, 02 Februari 2014

Perbincangan kecil

"Apakah kau masih memiliki seorang ibu?"
"Ya."
"Dimana beliau?"
"Di Malaysia."
"Apakah dia TKW?"
"Aku tidak tahu."
"Lalu bagaimana dengan ayahmu? Apakah dia masih ada?"
"Ya, tapi tidak bersamaku."
"Dimana?"
"Di sebuah daerah di provinsi ini."
"Mengapa kau tinggal disini? Mengapa tak ikut dengannya?"
"Aku tak tahu. Sejak kecil aku sudah ditaruh disini."

Lalu ia menahan sungai diujung matanya agar tak jatuh dipipi. Aku menangkap kesedihan itu. Perbincangan dengan gadis cantik nan pintar disebuah panti asuhan menyadarkanku bahwa kekuatan hakiki bukan berasal dari siapa yang mengajarkan kita, namun bagaimana diri kita sendiri mengajarkan diri ini untuk menjadi tegar. Walau kulihat, air matanya hampir saja jatuh namun tak akan ia biarkan air mata itu terjatuh sia-sia. Aku tak tega melanjutkan pertanyaan lagi. Seakan terhenti seketika. Padahal banyak sekali tanda tanya dalam fikiranku yang ingin kutanyakan, tapi yang pasti ia sendiri tak akan tahu mengapa dan bagaimana jawaban itu sendiri. Aku merasa iba, dimana letak hati kedua orang tuanya? Mengapa sampai hati sih membuangnya? Namun sesuatu yang membuatku terhentak sedemikian rupa adalah ketika aku bertanya dia mau melanjutkan sekolah kemana, dia menjawab sekolah ternama yang berisi orang pintar semua di kota ini. Subhanallah, mimpinya sangat tinggi. Tetapi tentu saja dibarengi dengan prestasinya disekolah. Semoga Allah selalu menyayangimu, gadis kecil. Kau tak akan mungkin Ia sia-siakan. Kau tiada berdosa. Tetaplah belajar! Kejar terus mimpimu. Hingga kedua orang tuamu sendiri yang akan menjemput dan mengakui bahwa kau adalah anak mereka. Percayalah, Allah Maha Adil dan Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Bahkan dari seorang gadis kecil ini aku belajar banyak. Umurnya memang lebih kecil dariku. Tetapi kekuatannya kurasa jauh lebih hebat dariku.

Aku belajar banyak; terutama tentang keikhlasan dalam diri ketika memiliki kedua orang tua yang mungkin tak akan bisa menjadi sempurna
Aku belajar banyak; terutama tentang syukur dalam diri ketika semua yang kumiliki belum tentu dia miliki
Aku belajar banyak; terutama tentang kekuatan hati yang begitu tegar bak batu karang yang tak hancur dimakan ombak sekalipun
Aku belajar banyak; terutama tentang keberanian dia bermimpi tinggi dan caranya mewujudkannya

Minggu, 26 Januari 2014

"Nafsu adalah amanah. Dan amanah akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak" - Ustadz Salim Afilah

#CatatanHati; Syukur

Kalau saja aku tak dilahirkan dari ibu dan ayah yang muslim, mungkin akan beda hasilnya. Atau juga sekarang aku sedang mencari jati diri agama itu sendiri. Bisa jadi aku malah mengabaikan adanya Tuhan.

Kalau saja aku tak dilahirkan di Indonesia. Negeri yang masih ada budaya malunya. Mungkin aku sudah entah berantah dengan segala pergaulan bebas disana.

Kalau saja aku tak hidup dikota tercinta ini. Mungkin saja aku sudah mengenal kehidupan malam dengan akrabnya. 

Kalau saja aku tak bersekolah di sekolah tercinta ini. Mungkin saja aku sudah sering bergonta-ganti pacar. Atau bisa jadi aku akan tetap dikenal sebagai aku yang dahulu.

Ah, sungguh. Inilah syukur yang paling indah. Allah tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan. Bahkan ketika aku tidak meminta yang terbaik, Dia masih dengan baiknya selalu memberiku yang terbaik. Ketika aku lupa dengan-Nya, Dia masih selalu memberiku yang terbaik.

Mungkin kebanyakan orang tak memahami bahwa cinta Allah jauh lebih romantis daripada cinta siapapun. Maka, sanggupkah kau memungkirinya? 

Syukur bukanlah yang hanya dikatakan dengan kata-kata "Alhamdulillah" namun juga yang dinyatakan dengan perbuatan. Sama seperti cinta, maka berbuatlah yang terbaik. Jika Allah saja menolongmu, mengapa engkau tak bisa menolong agama-Nya? Jangan pernah tanyakan apa yang sudah Allah berikan pada kita, tapi apa yang sudah kita berikan pada-Nya.

Dia memang tak selalu memberikan jalan yang termudah, tidak juga yang tercepat. Namun yakinlah Dia selalu memberimu yang terbaik. Tidak pernah tidak. Maka sudahkah kau bersyukur hari ini? :)
"Semua orang memiliki masa-masa terindah dalam hidupnya. Ada yang saat dulu, saat ini ataupun masa depan. Dan aku memilih untuk menjadikan semuanya masa-masa terindahku. Sebelum saatnya aku kembali pada-Nya"

#CatatanHati; Rindu



Duhai engkau yang sedang disana....

Tidakkah kau tahu bahwa aku sedang merindukanmu?

Kadang mata ini iri pada hati, karena kau tak tampak dimata namun selalu ada dihati

Aku tak tahu mengapa rindu ini semakin menjadi-jadi

Seberat hujan yang menghujam bumi siang ini

Sederas banjir dihati karena tak tertahan lagi menahannya

Duhai engkau yang sedang disana....

Tidakkah kau juga merasa rindu padaku?

Ataukah mata mu iri jua pada hatimu?

Andai bisa kutulis semua ini, lalu ku tempelkan ke batu dan kulemparkan ke engkau

Maka kau akan tahu bahwa merindukanmu itu sesakit batu yang ku lempar itu

Duhai engkau yang sedang disana....

Semoga kau senantiasa mengingat-Nya ketika merindukanku

Dan semoga kau selalu terjaga

Jangan hubungi aku ketika kau rindu padaku

Cukup ceritakan saja tentangku dengannya


Yang dilanda rindu,
Mega Dita Agustin

26 Januari 2014

Senin, 20 Januari 2014

"Alasannya adalah; Karena selalu ada tempat terindah untukmu dalam hati ini
Karena tak pernah kubiarkan seseorangpun berani mengetuk pintu hati ini dan masuk kedalamnya
Karena yang kutahu, hatiku adalah rumahmu dan kau pasti akan membutuhkan rumahmu dan kembali kesini
Dan rumah ini tidak dijual untuk siapapun, melainkan hanya kepada pemilknya"

Kamis, 16 Januari 2014

#CatatanPatahHati : Untuk yang sedang patah hati


Mengapa kau menangis? Apakah kau sedang patah hati? Kenapa? Hmm... Baiklah, mungkin aku tak akan pernah bisa mengobati kesakitan itu namun setidaknya aku bisa menjadi kawan baikmu untuk bercerita. Aku merasakan tangis itu. Tangis yang seakan-akan dirasakan bersama. Karena hati kita sudah terpaut dalam satu rasa. Rasa yang semakin lama semakin satu.

Kau tahu? Bukan hanya kau yang bersedih. Banyak sekali orang diluar sana yang bersedih. Sedihmu juga sedihku, kawan. Maka, sudilah kau untuk berbagi denganku. Walau airmatamu menetes dipundakku sejuta kali pun. Menangislah bila harus menangis. Jangan kau tahan. Agar tiada lagi rasa sesak di dada. Agar tercurah semua rasa yang sedang kau rasa. Atau setidaknya, ketika kau menangis kau merasakan nikmat-Nya yang sungguh indah. Andai Allah tak memberimu air mata, maka bagaimana cara kau mencurahkan segalanya? Dan kau tahu? Ketika kau menangis, maka kau sama saja membersihkan air matamu. Maka nikmat Tuhan-mu yang mana yang kau dustakan? 

Cinta memang bisa membuatmu menangis. Merengek-rengek seperti anak kecil meminta permen. Ketika semua orang meninggalkanmu. Percayalah, Allah selalu menyiapkan malaikat-malaikat yang siap mendengarkan keluh kesahmu. Atau jika tidak. Allah selalu siap mendengarkan tangismu. Kadang, ketika kau sedang bersedih. Itu tandanya Allah merindukan rintihanmu. Allah rindu berdua-duaan denganmu. Allah mencintaimu, sahabat! Mungkin kau juga lupa, bahwa Allah adalah tempat berlabuh terakhir ketika semua dermaga tertutup. Dan kapalmu tak sanggup lagi untuk mengayuh. Ketika kau sudah tak tahan lagi dengan ombak yang sangat besar. Berhentilah sejenak. Menjauh dari kehebatan ombak tersebut. Cobalah untuk ambil hikmahnya.

Seseorang pernah berkata padaku, "Jangan pernah kau letakkan segala harapmu pada manusia. Letakkanlah segalanya pada Allah. Sungguh, janji Allah tak pernah ingkar!" memang benar. Ketika kita sudah mencintai sesuatu, cinta akan menagih semuanya dari yang kita punya. Bahkan seluruh harapan hanya terletak padanya. Sekarang, tinggal kau pilih. Mau kau serahkan kemana seluruh harapmu, dia atau Dia? 

Rabu, 15 Januari 2014

Senja di balik hujan

Hari yang menyenangkan itu akhirnya datang juga. Aku tak tahu bagaimana awalnya. Semuanya seketika berubah hari ini. Berubah menjadi begitu menyenangkan. Bahkan kesedihan pun tak sanggup singgah. Tak ada yang bisa membuatku menangis hari ini. Ya, itulah alasan mengapa aku bahagia hari ini. Hujan..... Memang selalu terselip kisah indah dibalik hujan.

Ketika mata bertemu dengan mata. Maka hati tak sanggup lagi melangsa. Walau hanya satu kejap saja. Cinta, seindah ini kah kau? Ini yang aku katakan cinta. Cinta nyata dari-Nya. Bahwa aku tak pernah sendiri. Hari ini, banyak sekali orang-orang di masa lalu ku hadir. Dan mereka sama sekali tidak membuat lukaku semakin menganga, sama sekali tidak. Aku tersenyum tiada henti hari ini. Dia, kamu, mereka. Ah, entahlah siapa kalian. Orang-orang di masalaluku yang pernah memberiku pelajaran.

Dan hari ini aku tahu, bahwa tidak semua orang di masa lalumu itu buruk. Bisa jadi, dia selalu memberimu kasih dan cinta. Bisa jadi pula, dia adalah orang yang selalu memerhatikanmu. Atau mungkin dia adalah orang yang diam-diam telah lama menyukaimu. Terlebih lagi, aku sangat bahagia ketika aku berbicara dengan mereka. Kadang, hanya saja aku tak dapat menyembunyikan senyum itu.

Duhai hati, bahagialah hingga akhir hayatmu. Atau kalau kau tak mampu, pura-pura bahagia saja hingga kau lupa bahwa kau sedang berpura-pura. Hingga kau benar-benar merasa bahagia.