Anak terakhir? Ah, apakah yg tersirat dalam benak kalian saat ini adalah sifat manjanya? Atau selalu dimanjakan oleh kedua orang tuanya? Ya, mungkin terkadang anggapan itu benar. Ayah saya memang sangat memanjakan saya, bahkan ketika dulu saya masih SD dan malas untuk bangun pagi. Ayah saya membangunkan saya dengan kecupan dipipi saya dan menggendong saya sampai saya terbangun dan tiba tiba berada tepat di depan kamar mandi. Lagi lagi saya terkecoh, ayah, kau selalu berhasil ya! Tak beda dengan ayah, ibu juga sangat memanjakanku. Buktinya ibu selalu membuatku teh hangat ketika pagi hari. Sarapannya juga tak lupa. Bahkan kurang kurang ibu menyiapkan bekalku untuk ke sekolah. Ah, jasa kalian sekecil itupun sulit kulupakan rasanya.... Dan masih banyak sekali kemanjaanku yang lainnya.
Tapi, tahukah kalian? Bahwa kemanjaan anak bungsu hanyalah bersifat sementara. Percayalah, ketika sang anak berumur 16 tahun ke atas. Waktunya dia berfikir bahwa anak bungsulah yang harus minimal sejajar dengan kakak-kakaknya. Belum lagi, karena umur ibu yang sudah renta. Takkan sanggup meninggalkan ibu sendiri di rumah tercinta ini. Karena aku dan ibu tinggal berdua dirumah sekarang. Tanpa ayah kami. Yah, lagi lagi ayah. Memang sering membuat rindu si ayah. Hehehe. Kau tahu? Anak bungsu itu banyak juga tak enaknya. Misalnya ketika ibu sakit. Kau yang pulang sekolah harus rela menyisihkan waktumu hanya sekedar untuk masak makanan bagi kalian berdua. Lebih dari itu, mencuci pakaian, menjemurnya sambil diselingi dengan belajar itu tidak mudah. Percayalah, aku sangat kewalahan dengan semua itu.
Namun, percayakah kau pada takdir-Nya? Tahu mengapa Allah menjadikan aku sebagai anak bungsu? Adalah karena Allah mempercayai orang tuaku menua bersamaku. Karena Allah begitu mencintai hamba-Nya yang taat lagi mencintai orang tuanya. Ah, semoga saja. Doakan aku tak pernah mengeluh akan semua ini. Doakan juga ibuku dan aku sehat-sehat saja. Aamiin...