Laman

Senin, 14 Oktober 2013

Catatan hati; Ikhlas

Ibaratkan kita sebagai Ibrahim, dan setiap dari kita memiliki ismail. Ismail dalam bentuk yang berbeda-beda, ada harta, jabatan, prestasi dan mungkin orang yang paling kita cintai. Maka, apakah kita mampu memberikannya apabila Allah memintanya? Apakah kita selama ini sadar apabila semuanya hanyalah TITIPAN dan akan kembali pada SANG PENITIP?


Ikhlas?!
Sudah pantaskah hati ini di anggap ikhlas
Apabila masih sering terfikir dalam benih fikiran
Sudah benarkah hati ini di anggap ikhlas
Apabila melihat mukanya saja hatiku masih riuh memberontak
Sudah cukupkah hati ini di anggap ikhlas
Apabila terlalu sering lisan ini membicarakannya dibelakangnya

Aku belajar dari Ibrahim yang begitu kuat dan teguh menjalankan perintah dari-Nya, walau dia tahu bahwa itu adalah hal yang paling menyakitkan baginya. Meninggalkan sesuatu hanya mengharap ridho-Nya semata. Aku belajar dari Ibrahim yang ikhlas menjalankan perintah dari-Nya, sesekali itu adalah hal yang rasanya mustahil untuk dilakukan.
Pun ismail yang tak kalah kuat dan ikhlasnya, mereka bersuka cita menjalankan perintah dari Allah SWT. Walau bercucuran air mata....

Ibaratkan paku yang sudah di sematkan didalam kayu, walau sudah dicabut, bekasnya masih ada. Sama sekali dengan hati ini, walau rasanya mulut ini sudah beribu-ribu kali mengatakan bahwa aku memaafkannya. Namun gemuruh riuh itu masih ada ketika aku melihatnya. Aku merasa berapi-api. Entah, apa yang bisa membuatku sebenci ini dengannya. 

Kata orang, memberikan senyum adalah hal yang bisa menawarkan benci. Namun, untuk hal yang satu ini aku tidak bisa membuktikannya. Disinilah logika selalu berputar balik dengan keadaan hati. Padahal memaafkan terdengar lebih mudah daripada membunuh anak sendiri, lantas mengapa hal ini tak bisa sama sekali ku terima? Aku tidak mau bercampur aduk dengan perasaan dengki seperti ini. Yang ku inginkan adalah memaafkan. Hingga nanti di akhirat, tak perlu lagi Ia menawarkan istana surga bagi siapapun yang ingin memaafkan. Aku ingin membawanya ke istana surga itu bersamaku, walau sesekali hati kecil ini sering memberontak.

Ya Allah, izinkan kusematkan ikhlas dalam diri ini. Agar tiada lagi kata-kata menyesal....


Mega Dita Agustin
Palembang, 15 oktober 2013